
Mengenal Mawar Yang Merupakan Dugong Ramah Dari Pulau Alor Nusa Tenggara Timur Sebagai Ikon Wisata Yang Terkenal. Alam bawah laut di Nusa Tenggara Timur (NTT) menawarkan pesona luar biasa, salah satunya melalui keberadaan seekor dugong jantan bernama Mawar. Mamalia laut yang menghuni Teluk Kabola di Suaka Alam Perairan (SAP) Selat Pantar, Alor ini menjadi magnet wisata bagi para pengunjung. Wilayah Kabupaten Alor sendiri terdiri dari 15 gugusan pulau dan terkenal sebagai salah satu tujuan menyelam favorit.
Keunikan Mawar terletak pada kemampuannya memahami bahasa manusia serta menyesuaikan diri dengan wisatawan yang memanggilnya di tengah laut. Hal ini memikat perhatian banyak pengguna media sosial, yang kerap mengabadikan momen berinteraksi dengan dugong tersebut. Salah satu contoh adalah unggahan TikTok oleh pengguna bernama @ariefpokto pada 11 Desember 2022. Dalam video tersebut, ia memperlihatkan bagaimana Mawar mendekati perahu di atas perairan jernih berwarna biru yang memukau. Ia juga menyatakan bahwa Mawar adalah dugong ikonik dari Alor yang sering kali menghampiri kapal-kapal yang berlayar di sana. Video tersebut juga memperlihatkan Mawar yang awalnya tampak malu-malu tetapi akhirnya menyembul ke permukaan. Momen ini memberikan kesempatan kepada pembuat video untuk menyentuh tubuhnya dengan lembut.
Tidak hanya itu, pengguna TikTok lainnya, @kakabantrip, juga mengunggah video pada 17 Januari 2021. Ia berhasil mendokumentasikan pertemuannya dengan Mamalia ini. Dalam unggahannya, mereka menyebutkan bahwa menyaksikan Mawar merupakan aktivitas yang wajib di lakukan ketika berkunjung ke Alor. Video ini juga menampilkan seorang pria yang di kenal dengan panggilan Pak One. Pak One di ketahui sebagai pawang Mawar. Ia mengungkapkan memiliki hubungan batin dengan dugong tersebut, yang selalu datang saat di panggil namanya. Mawar terlihat mendekati perahu, menunjukkan gerak-gerik seperti bercanda, dan tampak gembira saat bertemu Pak One. Tak heran jika Mawar menjadi daya tarik lokal serta ikon yang merepresentasikan keindahan laut Nusa Tenggara Timur.
Mengenal Mawar Yang Di Temukan Pada 1999
Mengenal Mawar Yang Di Temukan Pada 1999 di Alor, Nusa Tenggara Timur sangat menarik untuk kita ketahui. Menurut informasi dari laman resmi Dinas Pariwisata Pemerintah Kabupaten Alor, terdapat dua figur utama yang berperan penting dalam membangun interaksi ini. Mereka adalah Onesimus Laa, yang lebih di kenal sebagai Om One. Kemudian ada juga Adolof Samasing, yang akrab di sapa Om Kideng. Keduanya merupakan warga Kelurahan Kabola yang tinggal di sekitar kawasan Bandar Udara Mali.
Adolof Samasing, seorang nelayan yang memiliki pengalaman luas, menyatakan bahwa ia pertama kali berjumpa dengan Mawar pada penghujung tahun 1999. Sementara itu, Onesimus Laa, Ketua Forum Komunikasi Nelayan Kabola sekaligus mitra dari WWF Indonesia, menceritakan pengalamannya bertemu dugong tersebut pada awal tahun 2000. Ketika itu, Om One sedang melakukan perjalanan menuju Pulau Sika untuk menanam mangrove. Dalam peristiwa singkat namun berkesan ini, ia tanpa sadar mengucapkan sebuah kalimat dalam bahasa lokal, “Ul Wed Lahatala,” yang bermakna “Allah Pencipta Bulan dan Matahari.”
Seiring berjalannya waktu, Mawar sering terlihat di perairan sekitar. Kemunculannya yang langka semakin memotivasi Om One untuk mengenalnya lebih dalam. Hubungan ini berkembang menjadi persahabatan unik antara manusia dan mamalia laut tersebut. Dalam upayanya menciptakan kedekatan, Om One kemudian memberikan nama “Mawar” untuk dugong yang memiliki panjang hampir tiga meter itu.
Interaksi yang di mulai dari pertemuan kebetulan ini kini menjadi bagian penting dari warisan budaya dan wisata di Alor. Keberadaan Mawar tidak hanya memperkaya keindahan laut setempat. Kehadiran Mawar juga mencerminkan hubungan harmonis antara manusia dan alam.
Proses Menjinakkan
Proses Menjinakkan Mawar, dugong yang menjadi ikon Alor, melibatkan perjalanan panjang dan penuh tantangan. Nama “Mawar,” yang awalnya di berikan, sempat menimbulkan kebingungan. Pasalnya nama ini terkesan lebih cocok untuk betina. Padahal, saat pertama kali di temukan, jenis kelamin dugong tersebut belum di ketahui. Namun, setelah di pastikan bahwa ia adalah pejantan, namanya di ubah menjadi “Mawardi.” Meski demikian, nama “Mawar” tetap populer di kalangan masyarakat hingga kini.
Dalam budaya lokal, dugong sering di kaitkan dengan Duyung atau Putri Laut. Hal ini mencerminkan keindahan dan misteri laut yang mengelilingi Alor. Interaksi awal dengan Mawar membutuhkan upaya besar, termasuk penggunaan simbol-simbol adat dan ungkapan tradisional untuk menciptakan hubungan batin yang erat. Proses ini akhirnya membawa kedua tokoh utama, Om Kideng dan Om One, bekerja sama dengan WWF Indonesia Lesser Sunda Sub Sea Scape Alor pada 2015. Kehadiran WWF membantu memperkuat kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga keseimbangan alam. Hal ini terutama melalui program Konservasi Duyung dan Lamun Alor yang bertujuan melestarikan padang lamun sebagai habitat utama sekaligus sumber makanan bagi dugong.
Upaya menjinakkan Mawar di lakukan Om Kideng selama tiga bulan berturut-turut, dari Januari hingga Maret 2016. Proses ini memerlukan kesabaran luar biasa dan strategi yang beragam. Om Kideng menerapkan berbagai metode pendekatan. Mulai dari masuk langsung ke laut hingga membangun kontak dari atas perahu yang di kemudikannya seorang diri. Ia tidak ragu menghabiskan waktu berjam-jam di perairan demi membangun kepercayaan dan menjalin komunikasi dengan mamalia laut tersebut. Komitmen Om Kideng tidak hanya mencerminkan upaya personal.
Festival Panggil Dugong
Kabupaten Alor, yang pada 2016 meraih penghargaan “Harmoni Award” dari Kementerian Agama Republik Indonesia, menjadi salah satu kawasan langka di dunia yang memiliki dugong dengan tingkat kecerdasan yang luar biasa. Mawar, dugong yang menjadi ikon Alor, di ketahui merupakan satu-satunya dugong yang tersisa di kawasan tersebut. Kondisi ini membuat keberadaan Mawar menjadi sangat berharga, baik dari sisi ekologi maupun pariwisata.
Sebagai bentuk perhatian terhadap pelestarian dan promosi wisata, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur bersama Pemerintah Kabupaten Alor menginisiasi Festival Panggil Dugong. Festival ini pertama kali di adakan pada 2019 di Pantai Mali. Acara ini di rancang untuk melestarikan dugong sekaligus memperkenalkannya ke dunia internasional sebagai daya tarik pariwisata yang unik. Pemerintah juga memiliki visi besar untuk menjadikan Kabupaten Alor sebagai salah satu Destinasi Wisata Super Prioritas di Indonesia.
Wisatawan yang ingin bertemu Mawar dapat menggunakan perahu nelayan lokal. Perjalanan bertemu dengan Mawar di ketahui hanya memakan waktu sekitar lima menit dari Pantai Mali. Setiap perahu memiliki kapasitas untuk mengangkut lima hingga tujuh orang, dengan pendampingan dari dua nelayan setempat. Para nelayan inilah yang akan memanggil Mawar ke permukaan air. Hal inilah yang memungkinkan kita untuk melihat dan berinteraksi dengannya secara langsung.
Durasi kegiatan ini berlangsung sekitar 30 menit. Sebagai mamalia laut yang bernapas melalui paru-paru, Mawar secara alami muncul ke permukaan setiap 9–10 menit untuk mengambil udara melalui lubang hidungnya. Aktivitas ini tidak hanya memberikan pengalaman yang mengesankan bagi wisatawan. Pengalaman berkesan ini juga menjadi momen edukasi mengenai kehidupan dan kebiasaan dugong di habitat aslinya.
Melalui upaya Mengenal Mawar sebagai ikon wisata, Kabupaten Alor tidak hanya memanfaatkan keunikan alamnya untuk menarik wisatawan. Upaya ini juga menunjukkan komitmen terhadap pelestarian satwa laut yang terancam punah. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa konservasi dan pariwisata dapat berjalan beriringan untuk mendukung keberlanjutan ekosistem laut dengan upaya seperti Mengenal Mawar.