Kerjasama Strategis China-Vietnam Hadapi Tekanan Global
Kerjasama Strategis China-Vietnam Hadapi Tekanan Global

Kerjasama Strategis China-Vietnam Hadapi Tekanan Global

Kerjasama Strategis China-Vietnam Hadapi Tekanan Global

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Kerjasama Strategis China-Vietnam Hadapi Tekanan Global
Kerjasama Strategis China-Vietnam Hadapi Tekanan Global

Kerjasama Strategis Menjadi Inti Dari Pembahasan Dalam Kunjungan Presiden China, Xi Jinping Ke Vietnam Yang Berlangsung Pada 14 April 2025. Di mana, lawatan resmi ini menandai upaya nyata China untuk mempererat pengaruh regionalnya. Khususnya, di tengah tantangan geopolitik dan tekanan ekonomi global. Di mana, mengingat Amerika Serikat yang memberlakukan tarif tinggi terhadap produk-produk asal China. Dalam pertemuannya dengan To Lam yang menjadabt sebagai Sekretaris Jenderal Komite Sentral Partai Komunis Vietnam. Xi Jinping menekankan bahwa Kerjasama Strategis antara kedua negara merupakan pilar utama dalam menghadapi dinamika global yang semakin kompleks dan tak menentu. Sehingga, kunjungan ini mencerminkan keharmonisan hubungan bilateral antara dua negara yang sama-sama menganut sistem sosialis. Serta, tekad bersama untuk membangun kemitraan yang saling menguntungkan. Kemudian, Xi Jinping memaparkan enam agenda penting yang mencakup sektor politik, keamanan, ekonomi, sosial, dan isu maritim.

Kemudian, dalam pembukaan pembicaraan, ia menyoroti urgensi membangun kepercayaan bersama yang mendalam antara Vietnam dan China. Untuk itu, ia mengusulkan peningkatan komunikasi langsung antar-pemimpin partai dan negara guna menciptakan hubungan yang bersifat kekeluargaan. Xi juga mendorong peningkatan pertukaran pengalaman dalam hal tata kelola pemerintahan. Di mana, upaya ini di lakukan melalui forum lintas partai, lembaga legislatif, dan badan konsultatif. Menurutnya, penguatan kapasitas partai dalam proses modernisasi negara perlu terus di dorong agar Kerjasama Strategis yang di jalin dapat membawa manfaat jangka panjang bagi kedua bangsa.

Dalam aspek keamanan, Xi menekankan perlunya dialog strategis antarkementerian terkait urusan luar negeri, pertahanan, dan keamanan publik. Di mana, upaya ini bertujuan untuk menciptakan keselarasan langkah dalam menghadapi kejahatan lintas negara. Hal ini termasuk perjudian daring dan penipuan berbasis teknologi. Kolaborasi di sektor penegakan hukum serta pertukaran data dan pengalaman di bidang keamanan jgua menjadi bagian integral. Terutama dari Kerjasama Strategis ini, sehingga bertujuan menjaga stabilitas regional secara berkelanjutan.

Rasa Saling Percaya Sebagai Fondasi Kerjasama Strategis

Pilar ketiga dalam agenda Xi adalah kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan. Dalam konteks ini, Kerjasama Strategis di wujudkan melalui percepatan proyek infrastruktur seperti pembangunan rel kereta api lintas negara, pelabuhan pintar, dan jalan tol. Di mana, China menyatakan kesiapan untuk membuka akses pasar domestik bagi produk-produk Vietnam. Serta, mereka juga mendukung investasi perusahaan-perusahaan Tiongkok di wilayah Vietnam. Dan sebagai imbalannya, Vietnam di harapkan menciptakan iklim investasi yang adil dan transparan. Sehingga, ini menumbuhkan Rasa Saling Percaya Sebagai Fondasi Kerjasama Strategis ekonomi. Xi Jinping juga menyampaikan pentingnya diplomasi masyarakat melalui interaksi budaya, pariwisata, pendidikan, dan kesehatan. Yang mana, dalam tiga tahun ke depan, China berkomitmen mengundang generasi muda Vietnam untuk mengikuti program studi sejarah di negaranya. Lebih lanjut, kegiatan ini mencerminkan semangat Kerjasama Strategis dalam bidang sosial yang berorientasi pada penguatan pemahaman antarbudaya dan solidaritas rakyat kedua negara.

Selanjutnya, poin kelima dan keenam dari agenda Xi menyoroti pentingnya kolaborasi multilateral dan penguatan interaksi konstruktif dalam menyelesaikan isu maritim. Dalam hal ini khususnya di Laut China Selatan. Xi mengungkapkan harapannya agar kedua negara dapat menyelesaikan persoalan secara damai. Serta, bersama-sama menyusun kode etik maritim. Pendekatan ini tidak hanya mencerminkan komitmen pada Kerjasama Strategis dalam bidang diplomasi dan hukum internasional saja. Namun, juga memperlihatkan upaya China dalam menampilkan citra sebagai negara besar yang menjunjung stabilitas dan ketertiban kawasan.

Namun demikian, kunjungan Xi ke Vietnam tidak bisa di lepaskan dari konteks lebih luas yakni upaya China dalam menghadapi tekanan perdagangan dari Amerika Serikat. Di mana, pemerintahan Presiden Donald Trump memberlakukan tarif tinggi terhadap produk impor dari China. Ini dengan total beban mencapai 145 persen. Kebijakan ini, yang di pandang China sebagai tindakan sepihak dan diskriminatif. Sehingga, mendorong Beijing untuk memperkuat Kerjasama Strategis dengan negara-negara tetangga termasuk Vietnam, sebagai strategi di versifikasi mitra ekonomi.

Satu-Satunya Cara Yang Dapat Menyelesaikan Konflik

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian menyatakan bahwa negaranya tidak menghendaki perang tarif. Namun, siap mengambil langkah balasan setara apabila tekanan terus berlanjut. Kemudian, Ia menegaskan bahwa negosiasi yang setara dan saling menghormati adalah Satu-Satunya Cara Yang Dapat Menyelesaikan Konflik ini. Sehingga dalam situasi seperti ini, memperluas Kerjasama Strategis dengan negara-negara di Asia Tenggara menjadi solusi realistis bagi China. Khususnya, untuk mempertahankan eksistensi ekonominya di tengah tekanan global.

Lin Jian bahkan menekankan bahwa kebijakan balasan China tidak semata demi kepentingan nasional. Namun, ini juga demi menjaga tatanan perdagangan global yang adil. Ia memperingatkan bahwa membiarkan tekanan sepihak akan mendorong perilaku koersif semakin merajalela. Oleh karena itu, memperluas Kerjasama Strategis secara regional dan multilateral di anggap sebagai tindakan preventif. Ini untuk menciptakan keseimbangan kekuatan di tataran internasional. Di mana, pandangan serupa di ungkapkan oleh para ekonom, termasuk Ronny P. Sasmita dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution. Ia menyatakan bahwa perang dagang antara dua kekuatan ekonomi dunia ini membawa dampak signifikan terhadap stabilitas ekonomi global. Dalam pernyataanya, ia menyebutkan bahwa eskalasi perang tarif dapat mengurangi pertumbuhan ekonomi global hingga satu persen. Dan bila meluas, bisa menurunkan laju ekonomi global lebih dari tiga persen. Maka, kerjasama strategis antarnegara di luar lingkup Amerika dan China menjadi penting dalam menjaga keberlanjutan ekonomi global.

Ronny juga menambahkan bahwa meskipun tarif sempat di tangguhkan selama tiga bulan, dampaknya tetap terasa. Sehingga, negara-negara dengan orientasi ekspor, termasuk Indonesia harus menyesuaikan diri dengan realitas baru ini. Ia menekankan bahwa kelangsungan ekspor sangat bergantung pada kelancaran perdagangan global. Pada akhirnya, ini memperkuat kerjasama strategis menjadi pilihan rasional untuk menjaga daya saing dan stabilitas ekonomi nasional. Lebih lanjut, hal senada di ungkapkan oleh Piter Abdullah selaku Direktur Eksekutif Segara Research Institute. Menurutnya, kebijakan tarif Presiden Trump yang tidak konsisten menciptakan ketidakpastian ekonomi yang berkelanjutan.

Berorientasi Pada Pembangunan Bersama

Piter Abdullah menyatakan bahwa tekanan ekonomi global telah mendorong banyak negara. Dalam hal ini, untuk merumuskan ulang hubungan perdagangan mereka dengan Amerika Serikat. Kerjasama Strategis dengan negara mitra non-AS, termasuk China menjadi semakin relevan dan mendesak. Indonesia, menurut Piter juga telah mengambil langkah antisipatif dengan membuka keran impor dari Amerika Serikat. Serta, ini akan menghapus batas kuota impor. Langkah ini di ambil sebagai respons terhadap perubahan dinamika perdagangan internasional. Namun, ia juga mengingatkan bahwa keputusan tersebut harus di imbangi dengan peningkatan Kerjasama Strategis. Khususnya, dengan negara-negara Asia lainnya untuk menjaga keseimbangan pasar domestik dan tidak terlalu bergantung pada satu kekuatan ekonomi saja.

Dengan pendekatan yang mengedepankan kolaborasi lintas sektor, China dan Vietnam tengah membentuk pola hubungan bilateral yang berkelanjutan, adaptif, dan dinamis. Pendekatan diplomatik yang di gunakan China Berorientasi Pada Pembangunan Bersama. Hal ini mencerminkan upaya nyata untuk tidak hanya mempertahankan eksistensi saja. Namun, juga memperluas cakupan kerja sama dalam menghadapi ketidakpastian global yang semakin kompleks. Dalam iklim internasional yang penuh tantangan ini, memperkuat jaringan kemitraan melalui prinsip kesetaraan dan keuntungan bersama menjadi pilihan strategis yang paling logis. Oleh karena itu, relasi bilateral yang di bangun antara kedua negara tidak hanya berfungsi sebagai instrumen diplomasi saja. Hal ini melainkan juga sebagai fondasi penting dalam menciptakan masa depan hubungan internasional yang inklusif, saling mendukung, dan stabil melalui Kerjasama Strategis.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait