
Busana Pengantin Minangkabau Sangat Beraneka Ragam Mulai Dari Aksesoris Kepala Sampai Pernak Pernik Yang Di Kenakan. Pakaian pengantin tradisional Indonesia sangatlah beraneka ragam. Aneka ragam busana di daerah ini mencerminkan kekayaan warisan budaya dan keragaman etnis yang tersebar di seluruh wilayah nusantara. Keunikan ini tercermin dari berbagai jenis pakaian adat yang di gunakan oleh pasangan pengantin. Busana adat ini tentunya menyesuaikan dengan kebiasaan serta nilai-nilai budaya setempat. Di Pulau Sumatera, misalnya, hampir setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri dalam tata busana pernikahan tradisionalnya. Salah satu elemen mencolok yang sering di temukan pada pakaian mempelai perempuan adalah penggunaan hiasan kepala yang di kenal dengan nama sunting. Hiasan ini umumnya berbentuk menyerupai mahkota atau perhiasan besar di kepala. Sunting di susun bertingkat dan berhiaskan berbagai ornamen cantik.
Salah satu kebudayaan yang masih melestarikan penggunaan sunting dalam pakaian pernikahan adat adalah masyarakat Minangkabau. Dalam adat Minangkabau, pengantin perempuan biasanya mengenakan pakaian adat yang dil engkapi dengan sunting berukuran besar yang menjulang tinggi. Keberadaan sunting ini tidak hanya berfungsi sebagai aksesori semata, tetapi juga memiliki nilai simbolis yang mencerminkan kehormatan, kesuburan, dan tanggung jawab perempuan dalam kehidupan berumah tangga. Walaupun demikian, tidak semua pakaian pengantin tradisional Minangkabau harus menggunakan sunting sebagai bagian dari atribut kepala.
Terdapat variasi lain dari pakaian adat Minangkabau yang memiliki keunikan tersendiri. Salah satunya adalah busana khas dari daerah Koto Gadang. Pakaian pengantin dari wilayah ini tidak memanfaatkan sunting sebagai penutup kepala. Sebagai gantinya, mempelai perempuan mengenakan hiasan kepala lain yang memiliki tampilan dan bentuk berbeda. Namun tetap sarat akan nilai estetika dan budaya. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun berasal dari akar budaya yang sama, setiap daerah di Minangkabau bisa memiliki corak dan gaya yang khas dalam menyusun tata busana pernikahan tradisional.
Jenis Sunting Dalam Busana Pengantin Minangkabau
Jenis Sunting Dalam Busana Pengantin Minangkabau sangat beraneka ragam. Salah satu elemen yang paling menonjol sekaligus ikonik dalam busana pernikahan tradisional masyarakat Padang Pesisir adalah hiasan kepala yang di kenal dengan istilah sunting atau suntiang. Hiasan ini di anggap sebagai pusat perhatian dalam keseluruhan penampilan mempelai perempuan. Pasalnya bentuknya yang menjulang serta ukurannya yang cukup besar. Sunting tidak hanya menambah kemegahan penampilan pengantin. Hiasan kepala ini juga mencerminkan nilai simbolis yang mendalam dalam budaya Minangkabau. Biasanya, ornamen kepala ini di rancang dengan nuansa warna menyerupai logam mulia. Misalnya seperti perak atau emas. Oleh karenanya sunting memberikan kesan megah dan agung pada tampilan sang pengantin.
Dalam adat Minangkabau, terdapat dua macam sunting yang sering di kenakan oleh perempuan pada saat pesta pernikahan. Kedua jenis sunting ini yakni suntiang gadang dan suntiang ketek. Suntiang gadang memiliki ukuran yang besar dan tinggi. Oleh karenanya suntiang ii memberikan kesan anggun sekaligus megah. Sementara itu, suntiang ketek hadir dalam dimensi yang lebih kecil dan tidak terlalu menjulang. Meskipun bentuk dan ukurannya berbeda, keduanya tetap memiliki makna simbolik yang tidak bisa di abaikan dalam konteks adat dan budaya setempat.
Masyarakat setempat meyakini bahwa berat dari suntiang yang di kenakan oleh mempelai perempuan memiliki nilai filosofis yang mendalam. Menurut mitos yang tersebar luas di kalangan masyarakat Minangkabau, makin besar dan berat suntiang yang di gunakan oleh pengantin wanita, maka makin besar pula keteguhan dan kesiapan dirinya dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Beban dari hiasan kepala ini di anggap mencerminkan besarnya tanggung jawab yang akan di emban oleh seorang istri setelah menikah.
Pakaian Adat Padang Pesisir
Pakaian Adat Padang Pesisir kini menjadi salah satu jenis pakaian adat Minangkabau yang paling kerap di gunakan dalam upacara pernikahan. Popularitasnya yang semakin meningkat d ipengaruhi oleh tampilannya yang megah serta simbol-simbol budaya yang terkandung di dalamnya. Ciri khas utama dari pakaian pengantin ini terletak pada ornamen kepala yang di kenakan oleh mempelai perempuan. Ornamen ini yakni hiasan menjulang tinggi yang di kenal dengan sebutan sunting atau juga disebut suntiang. Suntiang mencerminkan keanggunan serta kehormatan perempuan dalam budaya Minang.
Untuk bagian atas dari busana pengantin wanita, biasanya di gunakan kebaya panjang yang memiliki kancing di bagian belakang. Kebaya ini di rancang dengan potongan yang anggun, membalut tubuh dengan elegan. Sebagai pelengkap, bagian bawahannya terdiri atas kain tenun atau songket yang kaya akan motif dan warna khas budaya lokal. Nuansa warna yang sering di pilih dalam busana ini adalah merah menyala, emas mencolok, kuning cerah, serta hijau menyegarkan. Setiap warna tersebut memiliki arti tersendiri dalam adat. Berbagai warna ini menggambarkan harapan akan kebahagiaan, kemakmuran, dan kesuburan dalam kehidupan berumah tangga.
Sementara itu, mempelai pria yang mengenakan busana adat Padang Pesisir biasanya tampil dengan setelan jas yang memiliki tiga kancing yang terletak di bawah leher. Kancing ini tidak menutupi seluruh bagian tubuh atas, hanya mencakup area dada saja. Di bagian dalam jas tersebut, di kenakan kemeja sebagai pelapis utama. Untuk bagian bawah, di gunakan celana bahan yang di lengkapi dengan kain sandang atau selempang yang di ikatkan di sekitar pinggang sebagai aksesori tambahan. Penutup kepala yang di kenakan oleh mempelai pria di sebut dengan deta atau destar, yang berbentuk segitiga. Deta akan di lilitkan membentuk sudut tajam di bagian depan, menandakan kebijaksanaan dan kehormatan pria Minangkabau.
Pakaian Adat Koto Gadang
Selain busana pengantin adat Padang Pesisir yang sudah sangat di kenal luas, Pakaian Adat Koto Gadang juga tak kalah menarik perhatian dan cukup di gemari oleh banyak kalangan. Baik dari masyarakat Minangkabau sendiri maupun para pencinta budaya Nusantara. Salah satu ciri utama yang membedakan busana pengantin Koto Gadang dengan Padang Pesisir adalah penampilannya yang lebih tertutup dan sederhana.
Beralih pada busana pengantin pria, unsur-unsur yang di gunakan memiliki kemiripan dengan adat Padang Pesisir. Terutama dalam penggunaan penutup kepala berupa deta atau destar. Bentuk deta tersebut tetap mempertahankan desain tradisional dengan lipatan khas yang menunjukkan kehormatan dan kebijaksanaan. Untuk atasan, pengantin laki-laki mengenakan baju penghulu yang memiliki potongan kerah berbentuk huruf V.
Di samping pakaian utama, busana pengantin pria juga di lengkapi berbagai aksesori pelengkap yang memperkuat kesan adat dan keagungan. Salah satu ornamen penting adalah sasampiang. Sasampiang merupakan selembar selendang berwarna merah yang di rajut atau di bordir dengan benang keemasan. Tidak ketinggalan, aksesori lain yang sering melengkapi penampilan pengantin pria adalah sebilah keris yang terselip di sisi pinggang dan tongkat kayu yang di genggam sebagai lambang kewibawaan serta kekuatan.
Sementara itu, mempelai perempuan adat Koto Gadang memiliki busana yang berbeda dari tradisi Padang Pesisir. Jika dalam adat Padang Pesisir di kenakan kebaya panjang, maka dalam budaya Koto Gadang, bagian atas pakaian pengantin perempuan menggunakan baju kurung berbahan beludru. Yang paling mencolok dari penampilan pengantin perempuan Koto Gadang adalah bentuk penutup kepalanya yang unik, yakni tikuluak talakuang, atau sering juga di sebut tengkuluk talakuang. Hiasan kepala ini terbuat dari kain persegi yang di bentuk menyerupai kerudung. Kemudian ornamen ini juga di hiasi dengan rajutan atau bordiran berwarna emas yang menambah keanggunan dan nilai estetika busana tersebut.
Itu dia beberapa Busana Pengantin Minangkabau yang sangat beraneka ragam. Kemegahan dan kesederhanaan budaya Minang tercermin di dalam Busana Pengantin Minangkabau.